Kamis, 02 Februari 2012

Perkembangan Moral dan Sikap

PENDAHULUAN

          Dalam kaitannya dengan pengamalan nilai-nilai kehidupan sebagai norma dalam masyarakat senantiasa menyangkut persoalan antara baik dan buruk. Dalam hal ini berkaitan dengan moral dan juga berkaitan dengan sikap. Moral adalah ajaran tenggang baik buruk, perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban dan sebagainya. Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik (dihindari).
Sedangkan sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu hal. Selain itu dalam kaitannya dengan pengamalan nilai-nilai kehidupan, maka moral merupakan control dalam sikap dan bertigkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup (tenggang rasa, selalu memperhatikan perasaan orang lain).
Dengan demikian keterkaitan antara nilai, moral, sikap dan tingkah laku akan tampak dalam pengamalan nila-nilai. Dengan kata lain nilai-nilai perlu dikenal terlebih dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan pada akhirnya terwujud tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksud.

 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Moral
 Istilah moral berasal dari kata latin “Mos” (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan, nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti : 
  • Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain. 
  • Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras, dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
Perkembangan Moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama dari orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal nilai-nilai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut.Dalam mengembangkan moral anak,peranan orang tua sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil. Beberapa sikap orang tua yamg perlu diperhatikan sehubungan dengan perkembangan moral anak, di antara sebagai berikut. 
  • Konsisten dalam mendidik anak
Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orang tua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain. 
  • Sikap orang tua dalam keluarga
Secara tidak langsung, sikap orang tua terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi). Sikap orang tua yang keras (otoriter) cederung melahirkan sikap disiplin semu pada anak, sedangkan sikap yang acuh tak acuh, atau sikap masa bodoh, cenderung mengembangkan sikap kurang betanggung jawab dan kurang mempedulikan norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orang tua adalah sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah (dialogis ), dan konsisten. 
  • Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut.
Orangtua merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk disini panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orang tua yang menciptakan iklim yang religius (agamis), dengan cara membersihkan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami perkembanahn moral yang baik. 
  • Sikap konsisten orangtua dalam menerapkan norma.
Orangtua yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku berbohong atau tidak jujur. Apabila orangtua mengajarkan kepada anak, agar berperilaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggung jawab atau taat beragama, tetapi orangtua sendiri menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka anak akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan ketidakkonsistenan (ketidakajegan) orangtua itu sebagai alasan unyuk tidak melakukan apa yang diinginkan oleh orangtuanya, bahkan mungkin dia akan berperilaku seperti orangtuanya.
2.3   Proses Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, yaitu :
  • Pendidikan Langsung, yaitu melalui penanaman penegrtian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru, atau orang dewasa lainnya. Disamping itu, yang paling penting dalam pendidikan moral ini adalah keteladanan dari orangtua, guru, atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral.
  • Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kiai, artis, atau orang dewasa lainnya). 
  • Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikan.
Dalam membahas proses perkembangan moral ini, Lawrence Kohlerg (Ronald Duska dan Mariellen Whelan, dalam Dwija Atmaka, 1984; Abin Syamsuddin M., 1999) mengklasifikasikannya ke dalam tiga tingkat yaitu:
  1. Tingkat Pra-Konvesional
Pada tahap ini, anak mengenal baik-buruk, benar-salah suatu perbuatan, dari sudut konsekuensi (dampak atau akibat) menyenangkan (ganjaran) atau menyakiti (hukuman) secara fisik, atau enak tidaknya akibat perbuatan yang diterima
    1. Tahap Orientasi Hukuman dan Kepatuhan
Anak menilai baik-buruk, atau benar-salah dari sudut dampak (hukuman atau ganjaran) yang diterimanya dari yang mempunyai otoritas (yang membuat aturan), baik orang tua atau orang dewasa lainnya. Disini anak mematuhi aturan orang tua agar terhindari dari hukuman.
    1. Tahap Orientasi Relativis-Instrumental
Perbuatan yang baik dan benar adalah yang berfungsi sebagai instrument (alat) untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan diri. Dalam hal ini hubungan dengan orang lain dipandang sebagai hubungan orang di pasar (hubungan jual beli). Dalam melakukan atau memberikan sesuatu pada orang lain, bukan karena rasa terima kasih atau sebagai curahan kasih sayang, tetapi bersifat pamrih (keinginan untuk mendapatkan balasan): “Jika kau memberiku, maka aku akan memberimu”.
  1. Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini, anak memandang perbuatan itu baik atau benar, atau berharga bagi dirinya apabila dapat memenuhi harapan atau persetujuan keluarga, kelompok, atau bangsa. Disini berkembang sikap konformitas, loyalitas, atau penyesuaian diri terhadap keinginan kelompok, atau aturan sosial masyarakat.
    1. Tahap Orientasi Kesepakatan antar Pribadi, atau Orientasi Anak Manis (Good Boy/Girl)
Anak memendang suatu perbuatan itu baik, atau berharga baginya apabila dapat menyenangkan, membantu, atau disetujui atau diterima orang lain.
    1. Tahap Orientasi Hukum dan Ketertiban
Perilaku yang baik adalah melaksanakan atau menunaikan  tugas atau kewajiban sendiri, menghormati otoritas, dan memelihara ketertiban sosial.
  1. Tingkat Pasca Konvensional
Pada tingkat ini ada usaha individu untuk mengartikan nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral yang dapat diterapkan atau dilaksanakan terlepas dari otoritas kelempok, pendukung, atau orang yang memegang/menganut prinsip-prinsip moral tersebut. Juga terlepas apakah individu yang bersangkutan termasuk kelompok itu atau tidak.
    1. Tahap Orientasi Kontrol Sosial Legalistis
Perbuatan atau tindakan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak-hak individual yang umum, dan dari segi aturan atau patokan yang telah diuji secara kritis, serta disepakati oleh seluruh masyarakat. Dengan demikian, perbuatan yang baik itu adalah yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
    1. Tahap Orientasi Prinsip Etika Universal
Kebenaran ditentukan oleh keputusan kata hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang logis, universalitas, dan konsistensi. Prinsip-prinsip etika universalitas ini bersifat abstrak, seperti keadilan, kesamaan HAM, dan penghormatan kepada martabat manusia.
2.4  Pengertian Sikap
Dalam pengertian umum, sikap adalah rasa senang atau tidak senang terhadap obyek, baik berupa oaring, binatang atau benda. Perilaku menunjukkan tindakan seseorang dalam situasi tertentu. Sikap merupakan suatu konsep yang mampu menjembatani keadaan psikologis seseorang dengan sasaran prestasinya sebagai salah satu dari konsep kawasan afektif, sikap juga bersikap abstrak dan tidak jelas karena ada didalam budi nurani seseorang manusia. Sikap adalah suatu keadaan psikologi yang dapat menimbulkan tingkah laku tertentu dalam situasi yang tertentu pula dimungkinkannya kondisi psikologis dalam diri seseorang karena sikap telah internalisasi dalam sistem nilai yang dianutnya untuk selanjutnya menjalani menjadi tingkah laku. 
Fishbein (1975) mendefenisikan sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap suatu objek. Sikap merupakan variabel laten yang mendasari, mengarahkan dan mempengaruhi perilaku. Sikap tidak identik dengan respons dalam bentuk perilaku, tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat disimpulkan dari konsistensi perilaku yang dapat diamati. Secara operasional, sikap dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau tindakan yang merupakan respons reaksi dari sikapnya terhadap objek, baik berupa orang, peristiwa, atau situasi.
Menurut Chaplin (1981) dalam Dictionary of Psychology menyamakan sikap dengan pendirian. Chaptin menegaskan bahwa sumber dari sikap tersebut bersifat kultural, familiar, dan personal. Artinya, kita cenderung beranggapan bahwa sikap-sikap itu akan berlaku dalam suatu kebudayaan tertentu, selaku tempat individu dibesarkan. Jadi, ada semacam sikap kolektif (collective attitude) yang menjadi stereotipe sikap kelompok budaya masyarakat tertentu. Sebagian besar dari sikap itu berlangsung dari generasi ke generasi di dalam struktur keluarga. Akan tetapi, beberapa darin tingkah laku individu juga berkembang selaku orang dewasa berdasarkan pengalaman individu itu sendiri. Para ahli psikologi sosial bahkan percaya bahwa sumber-sumber penting dari sikap individu adalah propaganda dan sugesti dari penguasa-penguasa, lembaga pendidikan, dan lembaga-lembaga lainnya yang secara sengaja diprogram untuk mempengaruhi sikap dan perilaku individu.
2.5 Karakteristik Nilai, Moral dan Sikap Remaja
Karena masa remaja merupakan masa mencari jati diri, dan berusaha melepaskan diri dari lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya maka masa remaja menjadi suatu periode penting dalam pembentukan nilai. Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol berkaitan dengan nilai adalah bahwa remaja sudah sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan, atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang.
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal, yaitu mulai mampu berfikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak hanya lagi terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka. Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggap sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggujawabkan secara pribadi.
Tingkat perkembangan fisik psikis yang dicapai remaja berpengaruh pada perubahan sikap dan perilakunya. Perubahan sikap yang cukup menyolok dan ditempatkan sebagai salah satu karakter remaja adalah sikap menentang nilai-nilai dasar hidup orang tua atau orang dewasa lainnya. Apabila kalau orang tua dan orang dewasa berusaha memaksakan nilai-nilai yang dianutnya kepada remaja. Sikap menentang pranata adat kebiasaan yang ditunjukkan oleh para remaja merupakan gejala wajar yang terjadi sebagai untuk kemampuan berfikir kritis terhadap segala sesuatu yang dihadapi dalam realitas. Gejala sikap menentang pada remaja hanya bersifat sementara dan akan berubah serta berkembang ke arah moralitas yang lebih matang dan mandiri.
2.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai, Moral dan Sikap
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kondisi psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi yang tersedia dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan mempengaruhi perkembangan nilai, moral dan sikap individu yang tumbuh dan berkembang di dalam dirinya.
Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang penuh rasa aman secara psikologis, pola interaksi yang demokratis, pola asuh bina kasih, dan religius dapat diharapkan berkembang menjadi remaja yang memiliki budi luhur, moralitas tinggi, serta sikap dan perilaku terpuji. Sebaliknya insividu ytang tumbuh dan berkembang dengan kondisi psikologis yang penuh dengan konflik, pola interaksi yang tidak jelas, pola asuh yang tidak berimbang dan kurang religius maka harapan agar anak dan remaja tumbuh dan berkembang menjadi individu yang memiliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, dan sikap perilaku terpuji menjadi diragukan.

2.7 Perbedaan Individual dalam Perkembangan Nilai, Moral Dan Sikap
Sesuatu yang dipandang bernilai dan bermoral serta dinilai positif oleh suatu kelompok masyarakat sosial tertentu belum tentu dinilai positif oleh kelompok masyarakat lain. Sama halnya, sesuatu yang dipandang bernilai dan bermoral serta dinilai positif oleh suatu keluarga tertentu belum tentu dinilai positif oleh keluarga lain. Ada suatu keluarga yang mengharuskan para anggota berpakaian muslimah dan sopan karena cara berpakaian seperti itulah dipandang bernilai dan bermoral. Akan tetapi, ada keluarga lain yang lebih senang dan memandang lebih bernilai jika anggotanya berpakaian modis, trendi, dan mengikuti tren mode yang sedang merak dikalangan selebritis.
Oleh sebab itu, hal yang wajar jika terjadi perbedaan individual dalam suatu keluarga atau kelompok masyarakat tentang sistem nilai, moral, maupun sikap yang dianutnya. Perbedaan individual didukung oleh fase, tempo, dan irama perkembangan masing-masing individu. Dalam teori perkembangan pemikiran moral dari Kohlberg juga dikatakan bahwa setiap individu dapat mencapai tingkat perkembangan moral yang paling tinggi, tetapi kecepatan pencapaiannya juga ada perbedaan antara individu satu dengan lainnya meskipun dalam suatu kelompok sosial tertentu. Dengan demikian, sangat dimungkinkan individu yang lahir pada waktu yang relatif bersamaan, sudah lebih tinggi dan lebih maju tingkat pemikirannya.
2.8 Upaya Mengembangkan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja serta  Implikasisnya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Suatu sistem sosial yang paling awal beruasaha menumbuhkembangkan sistem nilai, moral, dan sikap kepada anak adalah keluarga. Ini didorong oleh keinginan dan harapan orang tua yang cukup kuat agar anaknya tumbuh dan berkembang menjadi individu yang memiliki dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, serta memiliki sikap dan perilaku yang terpuji sesuai dengan harapan orang tua, masyarakat sekitar, dan agama. Melalui proses pendidikan, pengasuhan, pendampingan, pemerintah, larangan, hadiah, hukuman, dan intervensi edukatif lainnya, para orang tua menanamkan nilai-nilai luhur, moral, dan sikap yang baik bagi anak-anaknya agar dapat berkembang menjadi generasi penerus yang diharapkan. Upaya pengembangan nilai, moral, dan sikap juga diharapkan dapat dikembangkan secara efektif di lingkungan sekolah.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
    Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Ada tiga konsep yang masing-masing mempuyai makna, pengaruh, dan konsekuensi yang besar terhadap perkembangan perilaku individu, termasuk juga perilaku remaja.
1. Nilai
Nilai merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai suatu yang ingin dicapai.
2. Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia mana yang baik dan wajar.
3. Sikap
Fishbein (1975) mendefenisikan sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap suatu objek.         
Dalam konteksnya hubungan antara nilai, moral, dan sikap adalah jika ketiganya sudah menyatu dalam superego dan seseorang yang telah mampu mengembangkan superegonya dengan baik, sikapnya akan cenderung didasarkan atas nilai-nilai luhur dan aturan moral tertentu sehingga akan terwujud dalam perilaku yang bermoral. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Suatu sistem sosial yang paling awal beruasaha menumbuhkembangkan sistem nilai, moral, dan sikap kepada anak adalah keluarga. Melalui proses pendidikan, pengasuhan, pendampingan, pemerintah, larangan, hadiah, hukuman, dan intervensi edukatif lainnya, para orang tua menanamkan nilai-nilai luhur, moral, dan sikap yang baik bagi anak-anaknya agar dapat berkembang menjadi generasi penerus yang diharapkan.

DAFTAR RUJUKAN

- Yusuf, Syamsu. 2001. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
- Ali, Mohammad dan Asrori, Muhammad, 2006. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Bumi Aksara.
- Corey, Gerald, 2009, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT Refika Aditama.
-  Hurlock, Elizabeth B. 1980, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar